BAB 1
PENDAHULUAN
Letak sungsang
merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri
dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Merupakan salah satu penyebab
meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada perinatal yang disebabkan karena
prematuritas dan kesulitan dalam proses persalinan dengan segala komplikasinya.
Angka kematian akibat letak sungsang di beberapa Rumah Sakit berbeda-beda.
Angka kematian perinatal pada kasus letak sungsang di RS Karjadi Semarang 38,5
%, RS Hasan Sadikin Bandung 16,8 %, RS Dr Pirngadi Medan 29,4 %, Easman
melaporkan
berkisar 12-14 %. Melihat cukup tingginya angka kematian perinatal, maka kasus letak sungsang memerlukan penanganan yang tepat sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kematian pada kasus tersebut.5
berkisar 12-14 %. Melihat cukup tingginya angka kematian perinatal, maka kasus letak sungsang memerlukan penanganan yang tepat sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kematian pada kasus tersebut.5
Letak sungsang telah dikenal selama
berabad-abad. Dulu itu dipandang mungkin menguntungkan karena penolong
persalinan dapat menarik kaki untuk
mempercepat kelahiran. Pada abad ke-16 Muriceau
menggambarkan manuver untuk
melahirkan kepala dan dasar-dasar
persalinan sungsang tidak diganti sampai akhir tahun 1950, ketika seksio
sesaria menjadi rekomendasi pertama yang
rutin dilakukan. Yaitu setelah Wright tahun 1959 menyarankan semua letak
sungsang seharusnya dilahirkan per abdominal untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas perinatal.1,10
Akhir-akhir ini penanganan kasus letak
sungsang telah menjadi kontroversi yang hebat di antara dokter-dokter kandungan
di seluruh dunia, sehingga beberapa peneliti menganjurkan dilakukan seksio
sesaria pada semua kasus letak sungsang. Pada beberapa negara maju beberapa
tahun belakangan ini angka kematian perinatal pada persalinan letak sungsang
menurun yang dimungkinkan dengan meningkatnya cara persalinan dengan seksio
sesaria. Kontroversi mengenai
pengelolaan letak sungsang dalam dua dekade terakhir ini berhubungan dengan tingginya morbilitas dan
mortalitas perinatal pada persalinan pervaginam. Walaupun telah ada upaya-upaya
seperti penilaian fetopelvik, breech index (Zatuchni-Andros score), melakukan
versi luar pada kehamilan aterm, pemerikasaan panggul dengan pelvimetri
radiologis, dan aplikasi forcep Piper yang ternyata dapat memberikan perbaikan
outcome perinatal, namun kenyataan upaya-upaya tersebut di atas tidak dapat menurunkan morbiditas maupun
mortalitas perinatal secara bermakna dibandingkan dengan persalinan seksio
sesaria. Tapi perlu juga diketahui bahwa
di pihak lain tindakan seksio sesaria sendiri dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas ibu serta membawa dampak biaya ekonomi tinggi. Selain
juga tidak di semua tempat terdapat fasilitas untuk seksio sesaria, sehingga
cara persalinan yang lain masih digunakan. Untuk mengatasi hal tersebut
beberapa peneliti berusaha mendapatkan cara persalinan yang terbaik sehingga
dapat memberikan resiko seminimal
mungkin baik terhadap bayi maupun ibu.
Pada tinjauan pustaka ini akan
dibahas mengenai insiden, etiologi, jenis,
diagnosis, penatalaksanaan, dan komplikasinya. Melalui tulisan ini diharapkan memberi pengetahuan bagi pembaca
umum dan sebagai bahan pertimbangan bagi dokter untuk mengambil keputusan untuk
penatalaksanaan kasus letak sungsang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
INSIDEN
Insiden letak
sungsang dari berbagai tempat dan literatur yang menyebutkan berbeda-beda. Tetapi umumnya letak sungsang sedikit
pada kehamilan cukup bulan (aterm) seperti terlihat pada tabel 2.1. Seberapapun
seringnya ditemukan letak sungsang pada kehamilan, kadang-kadang sebelum
waktunya persalinan janin akan berputar spontan menjadi letak kepala.
Tabel 2.1. Presentasi Fetus Berdasarkan
USG pada Berbagai Umur Kehamilan
Umur
Kehamilam
(dalam
minggu)
|
Jumlah
Total
|
Kepala
(%)
|
Sungsang
(%)
|
Lainnya
(%)
|
21-24
25-28
29-32
33-36
37-40
|
264
367
443
638
463
|
54.6
61,9
78,1
88,7
91,5
|
33,3
27,8
14,0
8,8
6,7
|
12,1
10,4
7,9
2,5
1,7
|
Sumber: Williams Obstetrics,1983
Pada
buku Current Therapy in Obstetrics disebutkan bahwa insiden letak sungsang kira-kira 3-4 % dari semua persalinan. Pada
masa prematur, kemungkinan letak
sungsang menjadi lebih besar: 7 % pada
minggu ke-32, 25 % atau lebih pada kehamilan kurang dari 28 minggu.2
Greenhill
melporkan 4-4,5 %, Holland 2-3 %, sedangkan
di Rumah Sakit Dr Pirngadi Medan ditemukan frekuensi 4,4 %, dan di Rumah
SakHasan Sadikin Bandung 4,6 %.5
Ada juga yang literatur yang
menyebutkan insiden letak sungsang 3-4 %
dimana yang berat badan lahirnya lebih besar dari 2,5 kg insidennya adalah
2,6-3 %. Insiden pada preterm lebih besar dan pada umur kehamilan 29-32 minggu
insidennya 14 %.1
Di Rumah Sakit sanglah Denpasar
selama periode tahun 1999-2001 dari 18.426 persalinan, sebanyak 3,5 % merupakan
persalinan sungsang.11
2.2
ETIOLOGI
Letak janin dalam uterus bergantung
pada proses adaptasi janin terhadap ruangan di dalam uterus. Sebelum 28 minggu,
janin yang cukup kecil di bandingkan dengan
volume intra uterina (volume air ketuban),
melakukan rotasi dengan mudah dari letak kepala ke letak sungsang dan kembali lagi. Sejalan dengan
peningkatan umur kehamilan dan berat badan janin, penurunan relatif pada volume
intra utarina membuat perubahan seperti itu lebih sulit. Pada sebagian besar
kasus, fetus secara spontan menjadi letak kepala untuk mengisi tempat yang
sesuai dimana kutub bokong mencari daerah lebih lapang pada fundus dalam uterus.
Letak sungsang terjadi ketika versi spontan ke letak kepala terhalangi
menjelang aterm atau jika persalinan terjadi prematur sebelum versi kepala
mengambil tempat. Sehingga dapatlah dimengerti mengapa pada kehamilan belum
cukup bulan frekuensi letak sungsang lebih tinggi dari pada yang cukup bulan.1,4,5
Berdasarkan
sumber penyebab, letak sungsang bisa terjadi karena kelainan pada ibu maupun
pada janinnya. Bagaimanapun telah diakui ada kaitan antara letak sungsang
dengan kelainan kongenital untuk janin aterm maupun preterm. Lamont menemukan
bahwa 18 % dari seri letak sungsang ditemukan dalam kelainan kongenital. Collea menghitung 5 % insiden
kelainan kongenital pada fetus sungsang
aterm, 2-3 kali daripada dalam letak kepala (2,1 %). Kira-kira 50 % dari semua
kasus hidrosefalus, myelomeningocel, Prader-Willi sindrom dan trisomi
dilahirkan dalam letak sungsang. Telah
dicatat bahwa 90 % dari semua kelainan pada letak sungsang terjadi pada janin
dengan berat lebih dari 2000 gram. Kelainan sistem nervus sentral menjadi
perhatian umum. Agaknya ini menggambarkan
fakta bahwa sungsang preterm adalah letak sungsang yang terutama disebabkan
karena umur kandungan yang akan mempengaruhi janin normal atau abnormal, lebih
atau kurang lengkap. Sebaliknya pada aterm, kelainan janin menentukan
presentasinya. Letak sungsang aterm berkaitan dengan corda relatif pendek,
kurangnya pertumbuhan janin dan
kelainan jumlah cairan amnion (oligo
atau hidramnion).1,2,3,4,5
Ukuran
dan bentuk uterus dapat juga mempengaruhi letak janin. Terlihat bahwa kutub
kepala janin yang lebih sempit/kecil akan secara normal menempati segmen uterus
yang sempit dan lebih di bawah, kususnya jika kaki janin fleksi pada lutut.
Konfigurasi uterus dan fetus ini akan mempengaruhi letak janin dalam uterus.
Tapi jika lutut ekstensi, panggul fleksi, dan ruang uterus terbatas, kepala dan
kaki dapat berdampingan satu dengan lainnya, membuat kutub kepala janin lebih
besar mendorong terjadinya letak sungsang. Ruang uterus pada nulipara sering terbatas dan letak sungsang dilaporkan
lebih biasa terjadi pada wanita nulipara.1
Kondisi
lain yang tidak terlalu membahayakan dapat mengubah kapasitas dan bentuk uterus. Anomali
uterus seperti uterus bicornuat dikaitkan dengan terjadinya letak sungsang. Plasenta
previa diakui kaitannya dengan letak sungsang karena terjadi perubahan bentuk
uterus. Implantasi kornu dikaitkan kuat dengan letak sungsang: hanya 5 % dari
janin letak kepala mempunyai plasenta
kornu dibandingkan dengan 73 % tampak pada letak sungsang. Pelvis yang sempit
juga dikaitkan dengan letak sungsang, kemungkinan oleh terbatasnya ruang uterus
pada segmen bawah.1,2,3,4,5
Kehamilan multipel dikaitkan kuat
dengan letak sungsang. Pengobatan dengan antikonvulsan dalam kehamilan juga
terlihat ada kaitan dengan letak sungsang, seperti juga pada ibu kecanduan alkohol:
keduanya adalah substansi yang sangat besar mempengaruhi fungsi neuro janin dalam
uterus.1
2.3 JENIS
1.
Sungsang Frank (letak bokong), yaitu kedua kaki janin
fleksi pada panggul dan ekstensi pada lutut.
2.
Sungsang komplit (letak bokong kaki sempurna), yaitu
kedua kaki janin fleksi pada panggul dan lutut.
3.
Sungsang inkomplit, yaitu satu kaki ekstensi pada
panggul dan lutut (letak bokong kaki tidak sempurna).
4.
Letak kaki (footling), yaitu kedua kaki ekstensi pada
panggul dan lutut
Gambar 2.1. Jenis Letak Sungsang



Sumber: Ilmu
Kebidanan, 1999
2.4 DIAGNOSIS
Diagnosis letak
sungsang umumnya tidak sulit. Ada
berbagai cara untuk mendiagnosis apakah janin dalam kandungan letak sungsang. Diagnosis
ini diperlukan untuk mengetahui secara dini, sehingga bisa disiapkan penanganan
yang sesuai. Diharapkan juga melalui diagnosis dini ini tingkat morbiditas dan
mortalitas perinatal letak sungsang akan menurun. Diagnosis dapat ditegakkan
melalui pemeriksaan :1,2,3,4,5
1. Pemeriksaan luar/Abdominal
(Leopold’manuver, Ballotmen, dan Auskultasi)
Dengan melakukan palpasi dengan manuver Leopold dan ballotmen uterus
dapat diketahui adanya letak sungsang (Gambar 2.2). Pada pemeriksaan luar ini,
di bagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat yaitu
kepala, dan kepala teraba pada fundus uteri. Kadang-kadang bokong janin teraba
bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat
digerakkan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut menyatakan bahwa
kehamilannya terasa lain daripada kehamilan yang terdahulu, karena terasa penuh
di bagian atas dan gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah. Denyut jantung
janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada
umbilikus.
Gambar 2.2. Pemeriksaan Luar pada Letak Sungsang




Sumber: Ilmu
Kebidanan, 1999
2.
Pemeriksaan dalam/Vaginal
Apabila
diagnosis letak sungsang dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat, karena
misalnya dinding perut tebal, uterus mudah berkontraksi atau banyaknya air
ketuban, maka diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam. Diagnosis
dari sungsang tipe frank dikonfirmasi dengan pemeriksaan vagina melalui palpasi
komponen karakteristik. Kedua tubero ischiadikus, tulang ekor, dan anus
biasanya teraba, dan setelah terjadi penurunan lebih lanjut, genital eksterna
dapat dibedakan. Perlu dibedakan dengan hati-hati antara mulut dengan anus,
yaitu pada anus akan terasa adanya tahanan spingter anus dan pada mulut akan
teraba adanya rahang. Juga jika jari memasuki anus, saat dikeluarkan akan
tampak dikotori oleh mekonium. Pada sungsang komplit, kaki terasa disebelah
bokong, dan pada footling presentasi, satu atau kedua kaki berada lebih di
bawah dari pantat. Dalam footling presentasi, kaki juga dapat diidentifikasi
apakah kiri atau kanan dengan berdasarkan ibu jari.
3.
Ultrasonografi (USG)
Bila
dengan pemeriksaan luar dan dalam masih ada keraguan dalam mendiagnosis letak
sungsang, dapat dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini
dapat diketahui letak, sikap, dan ukuran janin, kehamilan multipel (kembar),
lokasi dari plasenta, dan volume cairan amnion. Ultrasonografi juga dapat mengungkap adanya
malformasi tulang jaringan lunak janin. Selain itu dapat mengukur
diameter biparietal, lingkar perut, dan panjang tulang paha untuk perkiraan
tentang berat janin dan umur kehamilan.
4.
Sinar-X
Dengan
sinar X akan dapat dibedakan antara letak kepala dengan letak sungsang dan juga
jenis letak sungsang berdasarkan letak dan posisi ekstremitas bawah. Sinar X
dapat juga mengetahui kehamilan kembar dan kelainan kerangka. Tapi karena
resiko paparan radiasinya pada janin, sekarang sudah jarang digunakan dan lebih
sering menggunakan USG
5.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Alat
ini menghasilkan gambaran yang lebih jelas daripada USG sehingga sangat baik
digunakan untuk mendiagnosis letak sungsang. Tetapi karena peralatan ini belum
banyak yang memiliki menyebabkan penggunaannya tidak umum.
2.5 PENATALAKSANAAN
A.
Penatalaksanaan Sungsang Tunggal
1.
Penatalaksanaan dalam kehamilan
Pada pasien dengan kehamilan
sungsang 28-30 minggu dilakukan
pemeriksaan USG untuk mengetahui adanya : plasenta previa, kelainan kongenital,
kehamilan ganda, kelainan uterus dan
juga dilakukan pengukuran dan evaluasi panggul. Kalau hasil USG tidak terdapat
kelainan, maka dapat dilakukan:
a. Knee chest position
b. Versi kepala eksternal
Jika teknik ini berhasil, pasien
dapat dikelola sebagai presentasi kepala dengan selalu mengadakan kontrol
kurang lebih 1 minggu. Kalau gagal dapat dicoba sekali lagi melakukan versi
luar dalam waktu 1 minggu.7
a.
Knee Chest Position
Knee
chest position adalah teknik untuk merangsang terjadinya perubahan letak
menjadi letak kepala. Posisi ini dilakukan dengan telungkup dimana pantat lebih
tinggi dari dada dan dada menyentuh permukaan bidang alas. Teknik ini
dilakukan selama 10 menit setiap
harinya.1
b.
Versi kepala eksternal (Versi Luar)
Versi
kepala eksternal digunakan dalam penanganan sungsang tunggal. Pertama kali
dilakukan oleh Hippocrates pada abad keempat dan populer pada tahun 60-an dan
70-an. Kemudian penanganan letak sungsang populer dengan seksio sesaria
atau melahirkan per vaginam dengan seleksi. Sebelum tokolitik digunakan untuk menekan kontraksi uterus,
prosedur ini dilakukan pada kehamilan 28-32 minggu. Beberapa dilaporkan sukses, tapi yang lainnya
dilaporkan bahwa hampir setengahnya versi kembali pada letak sungsang sebelum
lahir. Tanpa tokolitik biasanya gagal pada umur kehamilan lebih dari 36
minggu. Pada tahun 1975, Bradley-Watson melaporkan sebesar 1 % angka kematian
janin untuk versi eksternal yng dilakukan sebelum 36 minggu tanpa tokolitik. Karena
banyak komplikasi membuat metode ini menjadi jarang digunakan, dan sekarang
kembali populer karena tokolitik yang
aman dapat digunakan untuk menekan aktifitas uterus selama prosedur, denyut
jantung janin dapat dimonitor dengan baik, dan ultrasonografi dapat digunakan
untuk menuntun manuver. Zhang dalam laporan hasil penelitiannya dalam bahasa
Inggris mendapatkan dan menyimpulkan bahwa hasil versi luar pada kehamilan
sungsang yang dilakukan antara tahun 1980-1991 adalah aman dan merupakan
intervensi evektif. Dikatakan pula bahwa kesuksesan versi luar lebih sering
pada multipara dibandingkan dengan nulipara dan lebih sering pada umur
kandungan antara 37 dan 39 minggu. Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya
versi luar sebelum minggu ke 34 belum perlu dilakukan, karena kemungkinan besar
janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan setelah minggu ke 38 versi luar
sulit untuk berhasil karena janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif
sudah berkurang.1,2,4,,5,10
Newman
mengembangkan Bishop-like score untuk meprediksi kesuksesan versi luar.
Tabel
2.2. Skor Untuk Memprediksi Kesuksesan Versi Kepala Luar
1
|
2
|
3
|
|
Paritas
Dilatasi
servik
Perkiraan
berat janin
Letak plasenta
Penurunan
(station)
|
0
>3 cm
<2500
Anterior
>-1
|
1
1-2 cm
2500-3500
Posterior
-2
|
>2
0 cm
>3500
Lateral/fundal
<-3
|
Sumber: eMedicine, 2002
Kesuksesan
0 % dengan jumlah score kurang dari 2 dan 100 % dengan jumlah score lebih besar
dari 9.
Indikasi :
Pasien
dengan sungsang tunggal umur kandungan 37-39 minggu. Prosedur biasanya sukses
pada multigravid dengan dinding perut yang kendor, kehamilan dengan jumlah
cairan amnion yang cukup untuk versi, sungsang tipe Frank dan janin belum masuk
panggul.1,4,10
Kontraindikasi:
Kontraindikasi
absolut termasuk panggul sempit, kehamilan kembar, perdarahan antepartum,
oligohidramnion, plasenta previa, ruptur membran prematur, kelainan janin yang
signifikan. Kontraindikasi relatif termasuk operasi uterus sebelumnya (SC,
myomektomi, dan metroplasti), defisiensi pertumbuhan intra uteri, dan kegemukan.
Tambahan kontraindikasi termasuk penyakit jantung pada ibu, hipertensi, diabetes
melitus, dan kelainan thyroid.1,4
Persiapan
melaksanakan versi kepala luar:1,4
1.
Lakukan pemeriksaan USG untuk konfirmasi presentasi,
kelainan kongenital janin atau uterus dan juga keadekuatan volume cairan
amnion.
2.
Lakukan nonstress test, hasilnya harus reaktif
3.
Melakukan Kleihauer-Betke acid elution test untuk
mengesampingkan adanya perdarahan transplacental fetomaternal
4.
Berikan tokolitik untuk merelaksasi otot uterus dan
mencegah kontraksi
5.
Jangan memberikan analgesik dan narkosis karena tidak
adanya rasa sakit menyebabkan pemberian tenaga yang berlebih sehingga dapat
menyebabkan lepasnya plasenta. Beri tahu pasien bahwa tindakan yang dilakukan akan
memberikan rasa sakit.
Tehnik:
Versi luar hanya bisa dilakukan jika
bokong belum turun. Apabila sudah turun bokong harus dikeluarkan terlebih
dahulu dari rongga panggul, tindakan ini dilakukan dengan meletakkan jari-jari
kedua tangan penolong pada perut ibu bagian bawah untuk mengangkat bokong
janin. Kalau bokong tidak dapat dikeluarkan dari panggul, usaha untuk melakukan
versi luar tidak ada gunanya. Setelah bokong keluar dari panggul, bokong
ditahan dengan satu tangan sedang tangan yang lain mendorong kepala kebawah
sedemikian rupa, sehingga fleksi tubuh bertambah. Selanjutnya kedua tangan
bekerjasama untuk melakukan putaran janin menjadi presentasi kepala. Selama
versi dilakukan dan setelah versi luar berhasil, denyut jantung janin harus
selalu diawasi. Sesudah janin
berada dalam keadaan presentasi kepala, kepala didorong masuk kedalam rongga
panggul. Versi luar hendaknya dilakukan dengan kekuatan yang ringan
tanpa mengadakan paksaan (Gambar 2.3).
Gambar
2.3. Versi Luar




Sumber: Ilmu
Kebidanan, 1999
2. Penatalaksanaan dalam persalinan
a. Persalinan
pervaginam
Persalinan pervaginam dapat dilakukan dimana usaha versi luar mengalami
kegagalan. Menolong persalinan sungsang pervaginam diperlukan lebih
banyak ketekunan dan kesabaran dibandingkan dengan pertolongan persalinan
presentasi kepala. Selama terjadi kemajuan pada persalinan dan tidak ada
tanda-tanda bahaya yang mengancam kehidupan janin, maka penolong tidak perlu
melakukan tindakan yang bertujuan untuk mempercepat kelahiran janin. Tapi jika
perkembangan persalinan lambat, penggunaan Oksitosin bisa di pertimbangkan.
Oksitosin adalah pilihan yang tepat jika terdapat persalinan disfungsional
primer (perkembangan lambat pada fase aktif, kurang dari 1 cm pembukaan servik
setiap 2 jam). Collea dkk, memaparkan bahwa penggunaan oksitosin pada pasien
terpilih tidak menciptakan komplikasi pada ibu dan janin yang berlebihan.
Pertama-tama hendaknya ditentukan apakah tidak ada kelainan lain yang merupakan
indikasi untuk melakukan seksio sesaria, seperti misalnya kesempitan panggul,
plasenta previa dan adanya tumor dalam rongga panggul. Persalinan pervaginam
diperkirakan sukar dan berbahaya apabila fetopelvik disproporsi atau Skor Zatuchni
Andros < 3.1,4,7
Tabel
2.3. Skor Zatuchni Andros
0
|
1
|
2
|
|
Paritas
Pernah
letak sungsang
Perkiraan
berat badan
Usia
kehamilan
Penurunan
Pembukaan
servik
|
primi
tidak
>3650
gr
>39 minggu
<-3
2
cm
|
multi
1
kali
3629-3176
38
minggu
-2
3
cm
|
multi
2 kali
<3176
<37
minggu
-1
atau >
4 cm
|
Sumber:
Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab Obgyn FK Udayana, 1998
Kriteria melakukan persalinan pervaginam:2,3
1. Sungsang tipe frank (bokong)
2. Umur kehamilan 34 miggu atau lebih
3. Perkiraan berat badan antara 2000-3500 gr
4. Kepala janin dalam keadaan fleksi
5. Pelvis ibu yang adekuat dengan
pemeriksaan pelvimetri klinik, sinar X, dan
CT scan (pintu atas panggul dengan diameter tranversal 11,5 cm dan
diameter anteroposterior 10,5 cm, midpelvis dengan diameter tranversal 10 cm
dan diameter anteroposterior 11,5 cm)
6.
Janin previable/belum bisa hidup (umur kandungan <25
minggu dan beratnya <700 gr)
7.
Adanya kelainan kongenital yang berbahaya
8.
Beberapa kasus sungsang komplit ataupun footling dengan
monitor kardio topografi
Apabila tidak didapatkan kelainan dan persalinan diperkirakan dapat
berlangsung pervaginam, hendaknya dilakukan pengawasan kemajuan persalinan
dengan seksama, terutama kemajuan pembukaan servik dan penurunan bokong. Setelah
bokong lahir, tidak boleh melakukan tarikan pada bokong maupun mengadakan
dorongan menurut Kisteller, karena kedua tindakan tersebut dapat mengakibatkan
kedua lengan menjungkit ke atas dan kepala terdorong turun di antara lengan
sehingga menyulitkan kelahiran lengan dan bahu.5
Pada
saat kepala masuk dalam rongga panggul, tali pusat tertekan antara kepala janin dan panggul ibu. Dengan
demikian lahirnya bahu dan kepala tidak boleh memakan waktu terlampau lama dan
harus diusahakan supaya bayi sudah lahir seluruhnya dalam waktu 8 menit setelah
umbilikus lahir. Setelah umbilikus lahir, tali pusat ditarik sedikit sehingga
kendor untuk mencegah teregangnya tali pusat dan tali pusat terjepit antara
kepala dan panggul.5
Berdasarkan
tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam, persalinan pervaginam
dibagi menjadi 3 yaitu:6
1.
Persalinan spontan (spontaneous breech)
Janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu
sendiri. Cara ini lazim
disebut cara Bracht.
2.
Manual aid (partial breech extraction/assisted breech
delivery)
Janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan
ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong.
3.
Exstraksi sungsang (total breech extraction)
Janin dilahirkan dengan memakai tenaga penolong.
Urutan persalinan sungsang
pervaginam adalah spontan Bracht, manual aid, dan terakhir total ekstraksi yang
memerlukan banyak pertimbangan.7
Persalinan spontan
Terdiri dari 3 tahap yaitu:6
1. Tahap pertama: fase lambat, yaitu lahirnya
bokong sampai pusar.
2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai
lahirnya pusat sampai lahirnya mulut. Disebut fase cepat karena saat ini kepala
janin masuk pintu atas panggul sehingga kemungkinan tali pusat terjepit. Oleh
karena itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat segera
dilonggarkan. Bila mulut sudah lahir, janin segera bernafas lewat mulut.
3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu
mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir. Disebut fase lambat karena
kepala akan keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi, ke dunia luar yang
bertekanan rendah, sehingga kepala harus dilahirkan dengan perlahan-lahan untuk
menghindri perdarahan intrakranial (adanya ruptura tentorium serebelli).
Teknik:
Pada perasat Bracht (Gambar 2.4),
bokong dan pangkal paha janin yang telah lahir dipegang dengan dua tangan,
kemudian dilakukan hiperlordosis tubuh janin ke arah perut ibu, sehingga lambat
laun badan bagian atas, bahu, lengan, dan kepala janin dapat dilahirkan. Pada
perasat Bracht ini penolong sama sekali tidak melakukan tarikan, dan hanya
membantu melakukan proses persalinan sesuai dengan mekanisme persalinan letak
sungsang.5,6
Gambar 2.4. Pertolongan Persalinan Secara Bracht



Sumber: Ilmu Kebidanan, 1999
Keuntungan:
- Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir, sehingga mengurangi bahaya infeksi
- Cara
ini adalah cara ynag paling mendekati persalinan fisiologik, sehingga
mengurangi trauma pada janin.
Kerugian:
- 5-10%
persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, sehingga tidak semua
persalinan letak sungsang dapat dipimpin dengan cara Bracht.
- Persalinan
cara Bracht mengalami kegagalan terutama dalm keadaan panggul sempit,
janin besar, jalan lahir kaku misalnya pada primigravida, adanya lengan
menjungkit atau menunjuk.
Manual aid (partial breech extraction)
Terdiri dari
tiga tahap:6
1.
Tahap pertama: lahirnya bokong sampai pusat yang
dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri.
2.
Tahap kedua: lahirnya bahu dan lengan yang memakai
tenaga penolong.
Cara/teknik untuk melahirkan bahu dan lengan ialah dengan cara:
a.
Klasik (yang seringkali disebut Deventer )
b.
Mueller
c.
Lovset
d.
Bickenbach
3.
Tahap ketiga: lahirnya kepala
Kepala dilahirkan dengan cara:
a.
Mauriceau (Veit-Smellie)
b.
Najouks
c.
Wigand Martin-Winckel
d.
Prague
terbalik
e.
Cunam piper
Tehnik:
Tahap pertama:
Tahap pertama ini adalah melahirkan
bokong sampai pusat dimana dilahirkan dengan kekuatan tenaga ibu.
Tahap kedua
Perlu
diingat bahwa dengan perasat Bracht tidak selalu bahu dan kepala berhasil
dilahirkan, sehingga untuk mempercepat kelahiran bahu dan kepala dilakukan
manual aid.
Cara klasik
(cara Deventer )
Pengeluaran
lengan cara klasik dilakukan sebagai berikut (Gambar 2.5). Pada dasarnya,
lengan kiri janin dilahirkan dengan tangan kiri penolong, sedangkan lengan
kanan janin dilahirkan dengan tangan kanan penolong. Kedua lengan dilahirkan
sebagai lengan belakang. Bokong dan pangkal paha yang telah lahir dipegang
dengan dua tangan, badan ditarik ke bawah sampai ujung bawah skapula depan
kelihatan di bawah simpisis. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan yang
bertentangan dengan lengan yang akan dilahirkan, tubuh janin ditarik ke atas,
sehingga perut janin ke arah perut ibu, tangan penolong yang satu dimasukkan
kedalam jalan lahir dengan menelusuri punggung janin menuju lengan belakang
sampai fossa kubiti. Dua jari tangan tersebut ditempatkan sejajar dengan
humerus dan lengan belakang janin dikeluarkan dengan bimbingan jari-jari
tersebut.
Untuk melahirkan lengan depan, dada
dan punggung janin dipegang dengan kedua tangan, tubuh janin diputar untuk
mengubah lengan depan supaya berada di belakang dengan arah putaran sedemikian
rupa sehingga punggung melewati simfisis, kemudian lengan yang sudah berada di
belakang tersebut dilahirkan dengan cara yang sama. Cara klasik tersebut
terutama dilakukan apabila lengan depan menjungkit ke atas atau berada di
belakang leher janin. Karena memutar tubuh dapat membahayakan janin, maka bila
lengan depan letaknya normal, cara klasik dapat dilakukan tanpa memutar tubuh
janin, sehingga lengan kedua tetap dilahirkan sebagai lengan depan yang lazim
disebut cara Deventer .
Kedua kaki dipegang dengan tangan yang bertentangan dengan lengan depan untuk
menarik tubuh janin ke bawah sehingga punggung janin mengarah ke bokong ibu.
Tangan yang lain menelusuri punggung janin menuju ke lengan depan sampai fossa
kubiti dan lengan depan dikeluarkan dengan dua jari yang sejajar dengan
humerus.5,6
Keuntungan:
umumnya dapat dilakukan pada persalinan letak sungsang.
Kerugian: lengan
janin masih relatif tinggi di dalam panggul, sehingga jari penolong harus masuk
ke dalam jalan lahir yang dapat menimbulkan infeksi.
Gambar 2.5. Pengeluaran Lengan Secara Klasik



Sumber: Ilmu
Kebidanan, 1999
Cara Mueller
Lengan dapat juga dikeluarkan
dengan cara Mueller (Gambar 2.6). Prinsip melahirkan bahu dan lengan cara ini
adalah melahirkan lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi, baru kemudian
melahirkan bahu dan lengan belakang. Bokong janin dipegang secara
femuro-pelviks (duimbekken greep) yaitu kedua ibu jari penolong diletakkan
sejajar spina sakralis media dan jari telunjuk pada krista iliaka dan jari-jari
lain mencengkram paha bagian depan. Dengan pegangan ini tubuh janin ditarik curam
ke bawah sampai bahu depan berada di bawah simfisis, kemudian lengan depan dikeluarkan
dengan cara mengait lengan bawahnya, sesudah itu baru lengan belakang
dilahirkan dengan menarik badan ke atas sampai bahu belakang lahir disusul
lahirnya lengan. Kalau lengan tidak lahir sendirinya, maka lengan belakang
dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong.5,6
Keuntungan:
tangan penolong tidak masuk jauh ke dalam jalan lahir, sehingga bahaya infeksi
minimal.
Gambar 2.6. Pengeluaran Lengan Secara
Mueller



Sumber: Ilmu Kebidanan, 1999
Cara Lovset
Untuk melahirkan kedua bahu dapat
pula dilakukan dengan cara Loevset (Gambar 2.7). Dasar pemikiran cara Loevset
adalah: bahu belakang janin selalu berada lebih rendah daripada bahu depan karena
lengkungan jalan lahir, sehingga bila bahu belakang diputar ke depan dengan
sendirinya akan lahir di bawah simfisis. Setelah sumbu bahu janin terletak
dalam ukuran muka belakang, dengan kedua tangan pada bokong, tubuh janin
ditarik ke bawah sampai ujung bawah skapula depan terlihat di bawah simfisis.
Kemudian tubuh janin diputar dengan cara memegang dada dan punggung oleh dua
tangan sampai bahu belakang terdapat di depan dan tampak di bawah simfisis,
dengan demikian lengan depan dapat dikeluarkan dengan mudah. Bahu yang lain
yang sekarang menjadi bahu belakang, dilahirkan dengan memutar kembali tubuh
janin ke arah yang berlawanan, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan dan
lengan dapat dilahirkan dengan mudah. Cara Lovset ini dianjurkan dalam memimpin
persalinan letak sungsang pada keadaan-keadaan dimana diharapkan akan terjadi
kesukaran, misalnya: primigravida, janin besar, dan panggul yang relatif sempit.5,6
Keuntungan:
- Tehnik sederhana dan jarang gagal
- Dapat dilakukan pada segala macam letak sungsang tanpa memperhatikan posisi lengan
- Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir, sehingga bahaya infeksi minimal
Gambar 2.7.
Prasat Loevset



Sumber: Ilmu Kebidanan, 1999
Cara
Bickenbach’s
Prinsip
persalinan secara Bickenbach’s adalah merupakan kombinasi antara cara Mueller
dengan cara klasik. Tehnik ini hampir sama dengan cara klasik.6
Tahap ketiga:
Cara Mauriceau
Kepala
janin dapat dilahirkan dengan cara Mauriceau/Veit Smellie (Gambar 2.8). Badan
janin dengan perut ke bawah diletakkan pada lengan kiri penolong. Jari tengah
dimasukkan ke dalam mulut janin sedangkan jari-jari telunjuk dan jari manis
pada maksilla, untuk mempertahankan supaya kepala janin tetap dalam keadaan
fleksi. Tangan kanan memegang bahu janin dari belakang dengan jari telunjuk dan
jari tengah berada di sebelah kiri dan kanan leher. Janin ditarik ke bawah
dengan tangan kanan sampai sub oksiput atau batas rambut di bawah simfisis.
Kemudian tubuh janin digerakkan ke atas, sedangkan tangan kiri tetap
mempertahankan fleksi kepala, sehingga muka lahir melewati perineum, disusul
oleh bagian kepala yang lain. Perlu ditekankan di sini, bahwa tangan kiri tidak
boleh ikut menarik janin, karena dapat menyebabkan perlukaan pada mulut dan
muka janin.5,6
Gambar 2.8. Pengeluaran Kepala Secara
Mauriceau



Sumber: Ilmu
Kebidanan, 1999
Cara Noujoks
Tehnik ini dilakukan apabila kepala
masih tinggi, sehingga jari penolong tidak dapat dimasukkan ke dalam mulut
janin. Kedua tangan penolong mencengkram leher janin dari arah depan dan
belakang. Kedua tangan penolong menarik bahu curam ke bawah dan bersamaan
dengan itu seorang asisten mendorong kepala janin ke arah bawah. Cara ini tidak dianjurkan karena menimbulkan
trauma berat pada sumsum tulang di daerah leher (Gambar 2.9).6
Gambar 2.9. Melahirkan Kepala Secara
Naujoks

Sumber: Ilmu Kebidanan, 1999
Cara Prague terbalik
Tehnik
Pregue terbalik dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di belakang
dekat sakrum dan muka janin menghadap simfisis. Satu tangan penolong
mencengkram leher dari arah bawah dan punggung janin diletakkan pada telapak
tangan penolong. Tangan penolong yang lain memegang kedua pergelangan kaki.
Kaki janin ditarik ke atas bersamaan dengan tarikan pada bahu janin, sehingga
perut janin mendekati perut ibu. Dengan laring sebagai hipomoklion, kepala janin
dapat dilahirkan (Gambar 2.10)6
Gambar 2.10. Melahirkan Kepala Secara Praque Terbalik

Sumber: Ilmu Kebidanan, 1999
Cara cunam Piper
Apabila
terjadi kesukaran melahirkan kepala janin dengan cara Mauriceau, dapat digunakan
cunam Piper (Gambar 2.11). Cara ini dianggap lebih baik karena dengan cunam,
tarikan dilakukan terhadap kepala, sedang dengan cara Mauriceau tarikan
dilakukan pada leher. Kedua kaki janin
dipegang oleh seorang pembantu dan diangkat ke atas, kemudian cunam dipasang
melintang terhadap kepala dan melintang terhadap panggul. Cunam ditarik curam
ke bawah sampai batas rambut dan suboksiput berada di bawah simfisis, dengan
suboksiput sebagai titik pemutaran, cunam berangsur diarahkan mendatar dan ke
atas, sehingga muka janin dilahirkan melewati perineum, disusul oleh bagian
kepala yang lain. Ekstraksi bokong dan ekstraksi kaki pada letak sungsang hanya
dilakukan apabila janin harus segera dilahirkan karena ibu dan janin berada
dalam bahaya.5,6
Gambar 2.11. Pemegangan Kepala
Dengan Cunam Piper

Sumber: Ilmu Kebidanan, 1999
Ekstraksi Sungsang
Ekstraksi kaki atau bokong hanya
dilakukan apabila dalam kala II terdapat tanda-tanda bahaya pada ibu dan janin
atau jika kala II berlangsung lama.5
Tehnik ekstraksi
kaki:
Setelah persiapan selesai, tangan
yang searah dengan bagian-bagian kecil janin dimasukkan secara obstetrik ke
dalam jalan lahir, sedang tangan yang lain membuka labia. Tangan yang di dalam
mencari kaki depan dengan menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut,
kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah
menjadi fleksi. Tangan yang di luar mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah
kaki bawah fleksi pergelangan kaki dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga dan
dituntun keluar dari vagina sampai batas lutut. Kedua tangan penolong memegang
betis janin, yaitu kedua ibu jari diletakkan di belakang betis sejajar sumbu
panjang betis, dan jari-jari lain di depan betis. Dengan pegangan ini, kaki
janin ditarik curam ke bawah sampai pangkal paha lahir. Kemudian pegangan
dipindahkan pada pangkal paha setinggi mungkin dengan kedua ibu jari di
belakang paha, sejajar sumbu panjang paha dan jari-jari lain di depan paha.
Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trokhanter depan lahir. Kemudian
pangkal paha dengan pegangan yang sama dielevasi ke atas sehingga trokhanter
belakang lahir. Bila kedua trokhanter telah lahir berarti bokong lahir.
Sebaliknya bila kaki belakang yang dilahirkan lebih dahulu, maka yang akan
lahir lebih dahulu adalah trokhanter belakang dan untuk melahirkan trokhanter
depan maka pangkal paha ditarik terus curam ke bawah. Setelah bokong lahir,
maka untuk melahirkan janin selanjutnya dipakai tehnik pegangan femuro-pelviks.
Dengan pegangan ini badan janin ditarik curam ke bawah sampai pusar lahir.
Selanjutnya untuk melahirkan badan janin yang lain dilakukan cara persalinan
yang sama seperti pada manual aid.6
Tehnik ekstraksi
bokong:
Ekstraksi bokong dikerjakan bila
jenis letak sungsang adalah letak bokong murni (frank breech), dan bokong sudah
berada di dasar panggul, sehingga sukar untuk menurunkan kaki. Jari telunjuk
tangan penolong yang searah dengan bagian kecil janin, dimasukkan ke dalam
jalan lahir dan diletakkan di pelipatan paha depan. Dengan jari telunjuk ini,
pelipatan paha dikait dan ditarik curam kebawah. Untuk memperkuat tenaga tarikan
ini, maka tangan penolong yang lain mencengkram pergelangan tangan tadi, dan
turut menarik curam ke bawah. Bila dengan tarikan ini trokhanter depan mulai
tampak di bawah simfisis, maka jari telunjuk penolong yng lain segera mengait
pelipatan paha ditarik curam ke bawah sampai bokong lahir. Setelah bokong lahir,
bokong dipegang secara femuro-pelviks, kemudian janin dapat dilahirkan dengan
cara manual aid.6
b.Persalinan perabdominal (Seksio Sesaria)
Pada saat ini seksio sesaria
menduduki tempat yang sangat penting dalam menghadapi persalinan letak
sungsang. Bila dicurigai adanya kesempitan panggul ringan sedangkan versi luar
tidak berhasil, maka tidak boleh dilakukan partus percobaan seperti pada
presentasi kepala. Dalam keadaan ini mungkin panggul dapat dilalui oleh bokong
dan bahu, akan tetapi ada kemungkinan timbul kesulitan pada saat melahirkan
kepala. Karena itu letak sungsang pada janin yang besar dan disproporsi
sefalopelvik meskipun ringan, merupakan indikasi mutlak untuk melakukan seksio
sesaria. Seksio sesaria primer harus dipertimbangkan pada primitua, pada wanita
dengan riwayat infertilitas dan pada wanita dengan riwayat obstetrik yang kurang baik.5
Kriteria melakukan seksio sesaria:3,4
1.
Perkiraan berat badan janin 3500 gr atau lebih
2.
Pelvis yang tidak adekuat (disproporsi feto-pelvik)
3.
Kepala bayi defleksi
4.
Ruptur membran berkepanjangan
5.
Bagian janin tidak turun rongga panggul
6.
Persalinan disfungsional
7.
Primitua
8.
Ibu dengan riwayat infertilitas dan riwayat obstetrik
kurang baik
9.
Janin prematur (umur 25-34 minggu)
10. Sebagian
besar kasus sungsang tipe footling
11. Janin
dengan denyut jantung menurun
B. Penatalaksanaan Sungsang Ganda
Penanganan sungsang ganda masih
menjadi pertentangan dikalangan obstetrikus. Sekarang, persalinan dengan sesar
adalah metode pilihan ketika janin pertama (kembar A) bukan presentasi kepala,
sejak tidak adanya data yang mendukung tentang keamanan persalinan pervaginam. Tidak
ada konsensus untuk menejemen janin ke dua (kembar B). Meskipun literatur lama meyakinkan bahwa penggunaan
seksio sesaria dapat memperbaiki pengeluaran janin kedua., literatur yang baru
mengatakan bahwa seksio sesaria tidak selalu menjamin.
Ketika
menangani kehamilan kembar, dokter seharusnya melakukan USG untuk mengetahui
konfigurasi janin, perkiraan berat badan, dan untuk mengetahui kemungkinan
kelainan janin. Jika kembar B ditemukan
sungsang, terbuka banyak pilihan. Beberapa menganjurkan untuk seksio sesaria.
Yang lain menganjurkan untuk menilai dahulu perkiraan berat badan. Jika berat
janin 2000 gr atau lebih, setelah kembar A lahir dicoba melakukan versi luar
pada kembar B dengan tuntunan USG dan dengan monitor denyut jantung janin. Jika
mengalami kegagalan, persalinan sungsang pervaginam masih bisa dipertimbangkan.
Pada persalinan pervaginam, pengukuran pevimetri merupakan persyaratan. Jika
perkiraan berat badan kurang dari 2000 gr, versi luar masih dianjurkan setelah
kembar A lahir. Jika gagal, beberapa
penulis menganjurkan seksio sesaria. Suatu studi mendapatkan bahwa semua
kematian neonatal, semua kasus perdarahan intraventrikel janin, nilai Apgar menit
ke 5 signifikan lebih rendah dilahirkan secara sungsang pervaginam.2
2.6 KOMPLIKASI
2.6.1
Komplikasi Versi Luar4,9,10
1.
Kelainan kardio janin
Kelainan ini berlangsung selama proses versi dan biasanya kembali setelah
versi dihentikan dalam waktu yang singkat. Pada kebanyakan kasus, prosedur
dapat dilanjutkan tanpa kelainan kardio lebih lanjut. Jika kelainan kardio
signifikan terjadi, versi jangan dilanjutkan dan dapat dipertimbangkan seksio
sesaria.
2.
Perdarahan Fetomaternal transplasenta
Perdarahan fetomaternal
transplasenta dapat terjadi selama versi. Jika perdarahan signifikan dapat
dipertimbangkan seksio sesaria.
3.
Komplikasi lainnya seperti: fraktur tulang, kelahiran
atau ruptur membran prematur, solusio plasenta dan belitan tali pusat.
2.6.2
KOMPLIKASI PERSALINAN PERVAGINAM4,8,10,11
1. Anoksia janin
Kompresi dan prolap pada
umbilikus dapat diasosiasikan dengan persalinan sungsang pervaginam, tipe
komplit (5 %) dan tipe fottling (15 %). Ini karena ketidakmampuan bagian janin
untuk memenuhi pelvis, salah satu karena prematuritas dan aplikasi yang kurang
bagian janin pada servik, maka dari itu umbilikus mengalami prolap dibawah
level sungsang. Sunsang tipe Frank memberikan bentuk bagian janin yang
diakomodasikan lebih baik pada pelvis dan biasanya memberikan aplikasi yang baik pada servik. Oleh sebab itu insiden prolap pada tipe Frank
hanya 0,5 % (sama seperti presentasi kepala). Kompresi dari prolap dapat
terjadi selama kontraksi uterus, menyebabkan penurunan sedang sampai berat
denyut jantung janin. Anoksia janin atau kematian dapat terjadi. Jika hal ini
terjadi, seksio sesaria harus dilakukan. Suatu penelitian juga mendapatkan
bahwa pada primi, kelompok lahir pervaginam resiko terjadinya asfiksia (niai
Apgar <7 ) 10 kali lebih besar pada menit pertama dan 25 kali lebih besar
pada menit ke lema dibandingkan dengan kelompok yang lahir dengan seksio. Pada
multipara, menit pertama asfiksia 14 kali lebih besar dan pada menit kelima
terdapat 40 % mengalami asfiksia. Di RS Sanglah, pada persalinan sungsang
kejadian asfiksia terbanyak didapatkan pada persalinan letak sungsang secara
ekstraksi total.
2. Trauma persalinan
Insiden trauma
persalinan selama persalinan sungsang pervaginam adalah 6,7 %, 13 kali dari
presentasi kepala. Tipe trauma janin pada persalinan sungsang pervaginam
termasuk tentorium cerebellum robek, cepalhematom, gangguan listrik spinal,
kelumpuhan tangan, fraktur tulang, dan ruptur otot sternokleidomastoid.
Persalinan sungsang pervaginam juga sebagai penyebab utama trauma glandula
adrenal, hati, anus, genitalia, tulang belakang, sendi panggul, persarafan dan
otot tangan, kaki, dan leher janin.
2.6.3
KOMPLIKASI PERSALINAN PERABDOMINAL (SEKSIO
SESARIA)1
1.
Meningkatkan kemungkinan terjadinya febris postpartum
2. Meningkatkan kematian ibu
3. Menurunkan fertilitas selanjutnya
4.
Adanya skar pada uterus yang mempengaruhi kehamilan
berikutnya
BAB 3
PENUTUP
Letak sungsang
adalah keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri
dan bokong berada di bagian bawah cavum uteri. Merupakan salah satu penyebab
meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada perinatal yang disebabkan karena
prematuritas dan kesulitan dalam proses persalinan dengan segala komplikasinya.
Frekwensi letak sungsang pada kehamilan belum cukup umur lebih tinggi daripada
kehamilan cukup umur karena pada saat itu jumlah air ketuban relatif lebih
banyak sehingga mempunyai janin dengan mudah berubah letak. Penyebab letak
sungsang dapat oleh karena kelainan pada ibu maupun janin. Kelainan pada ibu misalnya uterus bicornuate,
plasenta previa, implantasi cornu, kehamilan multiple, hidrmnion, dll,
sedangkan kelainan pada janin seperti hidrosefalus, kelainan pertumbuhan, dll.
Berdasarkan jenisnya, letak sungsang dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : tipe
frank, complit, dan incomplit.
Penatalaksanaan letak sungsang harus
mendapat perhatian lebih mengingat masih tingginya angka morbiditas dan
mortalitas. Pada umumnya penanganan diawali dengan melakukan pemeriksaan
kandungan apakah terdapat plasenta previa, kehamilan ganda dll, dan evaluasi
disproporsi feto-pelvik. Jika tidak ada kelainan dilakukan persalinan
pervaginam dengan terlebih dahulu dapat dicoba melakukan usaha mengubah letak
janin. Pada persalinan pervaginam terdapat banyak cara dimana masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan. Tapi umumnya urutan cara persalinan dimulai
dengan persalinan spontan, manual aid, dan terakhir dengan total. Jika
persalinan pervaginam tidak memungkinkan jalan terakhir adalah melakukan
persalinan per abdominal. Penanganan yang diberikan sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor misalnya umur kandungan, penyebab, jenis letak sungsang,
kontraindikasi dll. Semua penatalaksanaan yang diberikan tentunya sudah
mempertimbangkan komplikasi yang akan muncul, sehingga apa yang dilakukan dapat
memberikan keuntungan baik terhadap ibu maupun janinnya.
Ini adalah karya tulisku dulu saat pendidikan S1 Kedokteran Umum, Isi tidak ada yang diubah. Gambar tidak muncul karena kekuranganku dalam keahlian insert foto. Kapan-kapan akan aku lengkapi....
MIN. sumbernya kok nggak sekalian d cantumkan?
BalasHapus