*** Tak kenal maka tak sayang. Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda ***

Senin, 02 Mei 2011

Kehamilan di Luar Kandungan


Kehamilan bagi setiap wanita menikah yang ingin mempunyai anak memberikan kegembiraan yang luar biasa. Tetapi kebahagiaan itu mungkin sirna di kala seorang wanita hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dan dilakukan pemeriksaan USG, dokter mendiagnosa kehamilan tersebut adalah kehamilan di luar kandungan padahal sebelumnya dia tidak merasakan kelainan sedikitpun. Atau bisa juga pada saat seorang wanita hamil muda mereka mengalami keluhan/gejala yang tidak biasa yang menandakan terjadinya kehamilan di luar kandungan sehingga mereka memerlukan penanganan medis.. Hal ini menimbulkan kesedihan luar biasa karena kehamilan tidak bisa dilanjutkan, dan tentu akan berpengaruh pula pada kehamilan selanjutnya. Di sini kita akan bahas tentang apa itu kehamilan di luar kandungan yang bahasa medisnya adalah kehamilan ektopik, etiologi, gejala, dan penatalaksanaan. Terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian kehamilan, yaitu terjadinya fertilisasi/penyatuan ovum dan  spermatozoa pada tuba falloppi pars ampula, sampai terjadi nidasi/implantasi embrio. Normalnya embrio berimplantasi pada endometrium pada segmen atas korpus uteri. Kapan dikatakan kehamilan di luar kandungan/kehamilan ektopik yaitu saat terjadi kehamilan dengan implantasi embrio di luar tempat normal. Menurut lokasinya kehamilan ektopik terdiri dari kehamilan di daerah pars interstitialis, isthmus, ampula, infundibula, dan fimbria tuba falloppi, kehamilan di kanalis servikalis, divertikulum, kornua, dan tanduk rudimenter uterus, kehamilan di ovarium, kehamilan di intraligamenter, dan kehamilan abdominal. Di antara kehamilan-kehamilan ektopik tersebut, 90% terjadi pada tuba falloppi khususnya di daerah ampulla dan di isthmus. Karena kehamilan ektopi pada tuba yang paling sering dialami, maka kita memfokuskan pembahasan pada kehamilan jenis ini. Normalnya setelah fertilisasi/pembuahan, ovum yang telah dibuahi akan bergerak ke rahim dan akan mengadakan implantasi pada endometrium. Sehingga keadaan pada tuba yang menghambat pergerakan ovum yang telah dibuahi sehingga implantasi tidak terjadi di rahim namun terjadi di luar rahim terutama di tuba. Beberapa sebab yang menghambat perjalanan pada tuba yaitu terdapatnya bekas radang pada tuba, adanya kelainan bawaan pada tuba seperti divertikulum, tuba yang sangat panjang dan sebagainya, gangguan fisiologik tuba seperti tekanan pada tuba oleh tumor di luar, perlekatan peri tuba dan sebagainya, riwyat operasi pada tuba seperti operasi pengembalian patensi tuba dan operasi sterilisasi, dan abortus buatan. Beberapa ahli juga berpendapat riwayat seksio cesaria (SC) sedikit meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. Pada kehamilan ektopik awal mungkin hanya terdapat gejala-gejala seperti kehamilan normal seperti terdapat amenore, wanita tersebut mengalami mual sampai muntah yang biasa dialami pada kehamilan muda, dan terjadinya perubahan pada fisik wanita hamil pada umumnya. Hal ini yang menyebabkan kehamilan ektopik sulit di diagnosa sampai kehamilan tersebut menimbulkan gangguan yang kemudian di diagnosa sebagai kehamilan ektopik tergangggu (KET). Gejala yang paling sering pada kehamilan ektopik yang  terganggu adalah rasa nyeri yang makin keras dan bertambah sering dialami. Selain itu terjadi perdarahan yang berasal dari uterus yang biasa berwarna hitam. Perdarahan yang berbahaya bisa terjadi jika terdapat ruptur pada tuba, dimana perdarahan tersebut mengalir ke rongga perut. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan pasien jatuh dalam keadaan gawat karena syok dan anemi berat. Gejala lain adalah perut tegang dan terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah. Dokter juga kadang bisa menemukan massa lunak dengan nyeri tekan ukuran 5-15 cm di sisi lateral uterus pada pemeriksaan bimanual. Pemeriksaan yang lasim dilakukan adalah pemeriksaan ultrasonografi (USG) yang memberikan keunggulan karena non invasif atau tanpa memasukkan alat ke rongga perut. Tetapi sering diperlukan pemeriksaan invasif untuk menegakkan diagnosa seperti pemeriksaan laparoskopi dan kuldosentesis. Penanganan pada kehamilan ektopik yang terdiagnosa sejak awal sebelum menimbulkan gangguan, dilakukan operasi evakuasi kehamilan. Seperti pada kehamilan tuba dilakukan operasi salpingektomi, yaitu pengangkatan tuba yang mengandung kehamilan. Pada kehamilan ektopik terganggu terutama yang jatuh dalam keadaan gawat, penanganan awalnya adalah memperbaiki keadaan umum penderita, kemudian dilanjutkan dengan operasi salpingektomi, dan terkadang salpingo-ooforektomi yaitu selain pengangkatan tuba juga pengangkatan ovarium/indung telur karena tidak jarang pada ovarium terdapat perlekatan gumpalan darah yang sukar dipisahkan. Pada seorang wanita yang mengalami kehamilan ektopik dan telah menjalani operasi salpingektomi ataupun salpingo-oofarektomi pada satu sisi tuba dan ovarium, masih bisa hamil. Ini mengingat masih normalnya tuba/ovarium pada sisi yang satunya, yang memungkinkan untuk terjadinya kehamilan. Jika diketemukan adanya kelainan pada tuba sisi sebelahnya, dilakukan operasi koreksi pada tuba tersebut dan tetap mempertimbangkan konservasi ovarium dan uterus terutama pada wanita yang belum memiliki anak, karena dewasa ini masih ada kemungkinan fertilisasi invitro/program bayi tabung. Tetapi pada wanita yang cukup anak bisa dipertimbangkan melakukan sterilisasi untuk mencegah terjadinya kehamilan ektopik kembali. Dengan kemampuan tehnik bedah mikro dokter operator, dan pertimbangan keadaan pasien saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksi, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat, bisa juga dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar