Kehamilan bagi setiap wanita
menikah yang ingin mempunyai anak memberikan kegembiraan yang luar biasa.
Tetapi kebahagiaan itu mungkin sirna di kala seorang wanita hamil melakukan
pemeriksaan kehamilan dan dilakukan pemeriksaan USG, dokter mendiagnosa
kehamilan tersebut adalah kehamilan di luar kandungan padahal sebelumnya dia
tidak merasakan kelainan sedikitpun. Atau bisa juga pada saat seorang wanita
hamil muda mereka mengalami keluhan/gejala yang tidak biasa yang menandakan terjadinya
kehamilan di luar kandungan sehingga mereka memerlukan penanganan medis.. Hal ini menimbulkan kesedihan luar biasa
karena kehamilan tidak bisa dilanjutkan, dan tentu akan berpengaruh pula pada
kehamilan selanjutnya. Di sini kita akan bahas tentang apa itu kehamilan di
luar kandungan yang bahasa medisnya adalah kehamilan ektopik, etiologi, gejala,
dan penatalaksanaan. Terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian
kehamilan, yaitu terjadinya fertilisasi/penyatuan ovum dan spermatozoa pada tuba falloppi pars ampula,
sampai terjadi nidasi/implantasi embrio. Normalnya embrio berimplantasi pada
endometrium pada segmen atas korpus uteri. Kapan dikatakan kehamilan di luar
kandungan/kehamilan ektopik yaitu saat terjadi kehamilan dengan implantasi
embrio di luar tempat normal. Menurut lokasinya kehamilan ektopik terdiri dari
kehamilan di daerah pars interstitialis, isthmus, ampula, infundibula, dan
fimbria tuba falloppi, kehamilan di kanalis servikalis, divertikulum, kornua,
dan tanduk rudimenter uterus, kehamilan di ovarium, kehamilan di
intraligamenter, dan kehamilan abdominal. Di antara kehamilan-kehamilan ektopik
tersebut, 90% terjadi pada tuba falloppi khususnya di daerah ampulla dan di
isthmus. Karena kehamilan ektopi pada tuba yang paling sering dialami, maka
kita memfokuskan pembahasan pada kehamilan jenis ini. Normalnya setelah
fertilisasi/pembuahan, ovum yang telah dibuahi akan bergerak ke rahim dan akan
mengadakan implantasi pada endometrium. Sehingga keadaan pada tuba yang
menghambat pergerakan ovum yang telah dibuahi sehingga implantasi tidak terjadi
di rahim namun terjadi di luar rahim terutama di tuba. Beberapa sebab yang
menghambat perjalanan pada tuba yaitu terdapatnya bekas radang pada tuba,
adanya kelainan bawaan pada tuba seperti divertikulum, tuba yang sangat panjang
dan sebagainya, gangguan fisiologik tuba seperti tekanan pada tuba oleh tumor
di luar, perlekatan peri tuba dan sebagainya, riwyat operasi pada tuba seperti
operasi pengembalian patensi tuba dan operasi sterilisasi, dan abortus buatan.
Beberapa ahli juga berpendapat riwayat seksio cesaria (SC) sedikit meningkatkan
resiko terjadinya kehamilan ektopik. Pada kehamilan ektopik awal mungkin hanya
terdapat gejala-gejala seperti kehamilan normal seperti terdapat amenore,
wanita tersebut mengalami mual sampai muntah yang biasa dialami pada kehamilan
muda, dan terjadinya perubahan pada fisik wanita hamil pada umumnya. Hal ini
yang menyebabkan kehamilan ektopik sulit di diagnosa sampai kehamilan tersebut
menimbulkan gangguan yang kemudian di diagnosa sebagai kehamilan ektopik
tergangggu (KET). Gejala yang paling sering pada kehamilan ektopik yang terganggu adalah rasa nyeri yang makin keras
dan bertambah sering dialami. Selain itu terjadi perdarahan yang berasal dari
uterus yang biasa berwarna hitam. Perdarahan yang berbahaya bisa terjadi jika
terdapat ruptur pada tuba, dimana perdarahan tersebut mengalir ke rongga perut.
Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan pasien jatuh dalam keadaan gawat karena
syok dan anemi berat. Gejala lain adalah perut tegang dan terdapat nyeri tekan
di perut bagian bawah. Dokter juga kadang bisa menemukan massa lunak dengan
nyeri tekan ukuran 5-15 cm di sisi lateral uterus pada pemeriksaan bimanual.
Pemeriksaan yang lasim dilakukan adalah pemeriksaan ultrasonografi (USG) yang
memberikan keunggulan karena non invasif atau tanpa memasukkan alat ke rongga
perut. Tetapi sering diperlukan pemeriksaan invasif untuk menegakkan diagnosa
seperti pemeriksaan laparoskopi dan kuldosentesis. Penanganan pada kehamilan
ektopik yang terdiagnosa sejak awal sebelum menimbulkan gangguan, dilakukan
operasi evakuasi kehamilan. Seperti pada kehamilan tuba dilakukan operasi
salpingektomi, yaitu pengangkatan tuba yang mengandung kehamilan. Pada
kehamilan ektopik terganggu terutama yang jatuh dalam keadaan gawat, penanganan
awalnya adalah memperbaiki keadaan umum penderita, kemudian dilanjutkan dengan
operasi salpingektomi, dan terkadang salpingo-ooforektomi yaitu selain
pengangkatan tuba juga pengangkatan ovarium/indung telur karena tidak jarang
pada ovarium terdapat perlekatan gumpalan darah yang sukar dipisahkan. Pada
seorang wanita yang mengalami kehamilan ektopik dan telah menjalani operasi
salpingektomi ataupun salpingo-oofarektomi pada satu sisi tuba dan ovarium,
masih bisa hamil. Ini mengingat masih normalnya tuba/ovarium pada sisi yang
satunya, yang memungkinkan untuk terjadinya kehamilan. Jika diketemukan adanya
kelainan pada tuba sisi sebelahnya, dilakukan operasi koreksi pada tuba
tersebut dan tetap mempertimbangkan konservasi ovarium dan uterus terutama pada
wanita yang belum memiliki anak, karena dewasa ini masih ada kemungkinan
fertilisasi invitro/program bayi tabung. Tetapi pada wanita yang cukup anak
bisa dipertimbangkan melakukan sterilisasi untuk mencegah terjadinya kehamilan
ektopik kembali. Dengan kemampuan tehnik bedah mikro dokter operator, dan
pertimbangan keadaan pasien saat itu, keinginan penderita akan fungsi
reproduksi, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan
teknologi fertilisasi invitro setempat, bisa juga dilakukan pembedahan
konservatif dalam arti hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar